YESUS, KEADILAN RESTORATIF DAN PANTANG KEKERASAN (Lukas 6:27-36)

 
Media massa diributkan dengan kecelakaan beruntun yang menewaskan 6 orang dan melukai beberapa orang lainnya di Tol Jagorawi.  Kecelakaan tersebut menjadi semakin ramai dibicarakan karena disebabkan oleh Dul, anak Ahmad Dhani, musisi yang terkenal di Indonesia.  Dul dinyatakan banyak pihak bersalah karena belum cukup umur namun sudah berani mengemudikan mobil.  Dalam hal ini banyak pakar hukum dan lembaga perlindungan anak menekankan penyelesaian masalah dengan konsep keadilan Restoratif.  Keadilan Restoratif lebih menekankan perhatian kepada korban.  Dalam hal ini pelaku secara pribadi atau didukung oleh keluarga dan masyarakat didorong untuk bertanggungjawab terhadap korban.  Menarik sekali dalam kasus ini, Ahmad Dhani sebagai orangtua Dul, menyatakan siap bertanggung jawab terhadap para korban dan keluarganya.  Ahmad Dhani siap menanggung biaya hidup dari anak-anak yang ditinggal mati oleh para korban kecelakaan.  Bahkan Ia berkomitmen untuk mendukung pendidikan mereka hingga setinggi-tingginya.  Bahkan jikalau sampai S3 pun Ahmad Dhani siap membiayai. 
Keadilan Restoratif sangat berbeda dengan keadilan Retributif yang menekankan pembalasan yang setimpal kepada pelaku dan ganti rugi kepada pihak yang berwenang (hakim,jaksa,polisi).  Dalam keadilan Retributif korban tidak mendapatkan perhatian dan kompensasi yang baik.  Sehingga luka secara utuh dari korban ditanggung korban sendiri.  Keadilan Restoratif ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam lagi sebagai dasar dari tatanan bermasyarakat kita sekarang ini. 
Keadilan Restoratif akan dapat dilakukan dengan baik oleh pelaku maupun korban jikalau keduanya mempunyai Jiwa kasih seperti yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Lukas 6:27-36.  Poin pentingnya adalah “mengasihi” , “berbuatlah baik” (ay.27), “Mintalah berkat bagi pihak lain/memberkati/mengampuni” (ay.28), “berdoalah untuk yang lain”(ay.28), “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu”(ay.30), “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu perbuatlah juga demikian kepada mereka” (ay.31), “berharap pada upah  atau pembalasan yang baik dari Allah yang maha tinggi” (aya.35), dan “hendaklah bermurah hati” (ay.36).
Dalam hal ini pelaku didorong untuk mempunyai kesadaran  rasa belas kasihan yang tinggi kepada korbannya.  Pelaku didorong aktif memulihkan kondisi jasmani dan rohani dari korbannya seturut dengan kemampuannya pribadi dengan didukung dengan pihaknya.  Sedangkan korban belajar mengampuni dan secara terbuka menerima bentuk pertobatan dan tanggungjawab  dari pelaku.  Korban diajar untuk menerima damai sejahtera dari kuasa pengampunan karena tidak menuntut pelaku dengan pembalasan yang setimpal.  Proses ini akan memutus lingkaran tiada akhir dari dendam yang melahirkan kekerasan baru dan korban yang lebih banyak.  Justru keadilan ini akan membawa pemulihan dan pertobatan bagi kedua belah pihak. (IFW)