"KEBENARAN SANG KRISTUS, KARYA PELAWATAN ALLAH"

(Yoh.1:10-14)




        Kebenaran yang ironis telah diungkapkan oleh Yohanes.  Ditulis bahwa " Ia telah ada dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia tidak mengenalnya (ay.10). Ia datang kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang kepunyaannya itu tidak menerimaNya(ay.11)". Ia yang dimaksud disini ialah Firman Allah yang telah menjadi manusia di dalam Yesus Kristus(ay.14). Firman itu menjadi manusia, diperanakkan bukan karena keinginan laki-laki namun karena kehendak Allah.

          Namun dinyatakan setiap orang yang mau menerima Yesus, sebagai perwujudan Firman yang telah menjadi manusia akan di beri kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Suatu gambaran posisi atau keadaan yang luar biasa.  Bisa diartikan Allah memberikan posisi yang istimewa bagi orang yang mau menerima Sang Firman yang telah menjelma menjadi manusia. Posisi yang sangat dekat dengan Allah.  Mampu mendengar kehendaknya secara langsung, masuk dalam lingkaran pertama perlindungan dan fasilitas berkat Allah, serta mewarisi janji keselamatan secara penuh dalam Kerajaan Allah.

            Lalu bagaimana menerima Sang Firman itu ? Menerima Sang Firman berarti mempersilahkan Sang Firmam, Yesus Kristus, untuk menjadi raja dalam kehidupan kita.  Selanjutnya kita tunduk dan taat melakukan pemerintahannya.  Biarkan Sang Firman membangun Kerajaan Allah di dalam kehidupan kita.  Bukankah dia itu Raja Damai? maka kedamaian yang bernilai kekal akan menyelimuti pemerintahan Sang Firman dalam kehidupan kita.

Oleh Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

          

"LAHIR BARU"

(Yoh.3:1-21)


        Yesus bersabda, "Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali, Ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah"(ay.3). Lalu Dia memberikan penjelasan lebih,"Sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, Ia tidak dapat masuk kedalam Kerajaan Allah"(ay.5).  Memang pengajaran Tuhan Yesus ini merupakan pokok- pokok pengajaran yang sulit untuk dipahami.   Sehingga orang sekaliber Nikodemus, Seorang pemimpin agama Yahudi, seorang pengajar Israel, kesulitan untuk memahami pengajaran tersebut.  Pada kesempatan itu Tuhan Yesus juga meminta Nikodemus untuk dilahirkan kembali (ay.6).

         Dilahirkan kembali adalah prasyarat utama untuk melihat dan masuk dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah sendiri merupakan sebuah situasi dimana Allah hadir dan memerintah sebagai Raja.  Dalam situasi tersebut ada kebenaran, kasih, keadilan dan damai sejahtera.  Barangsiapa menginginkan kehidupan semacam itu harus lahir kembali.

        Lahir kembali dapat diartikan sebagai sebuah hidup baru yang penuh dengan pertobatan.  Disebut lahir dari air mengacu kepada sebuah penyucian atas segala perbuatan dosa diwaktu yang lalu. Air sebagai lambang Roh Kudus yang membersihkan dan menyegarkan.  Sedangkan dilahirkan dari Roh mengacu pada komitmen hidup baru.  Kesediaan hidup dipimpin oleh Roh Kudus.  Hanya melalui pertobatan dan hidup baru melalui Roh Kudus inilah seseorang dapat mendapatkan jalan untuk mengalami Kehidupan dalam kerajaan Allah pada saat ini juga.

Oleh Pdm Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

"Yusuf : Memberi Sepenuh Hati"

(Matius 1:18-24)




        Dalam kisah Natal seringkali hanya orang Majuslah yang diasosiasikan dengan pemberian kepada Tuhan Yesus.  Namun sebenarnya orangtua Yesus khususnya Yusuf merupakan salah satu orang yang juga memberi diri kepada Tuhan dengan sepenuh hati.  Sehingga melaluinya rencana keselamatan Allah kepada manusia melalui Tuhan Yesus dapat di wujudkan.
      
        Yusuf bersedia memberi dirinya untuk menjadi bagian dalam rencana agung Tuhan.  Ia bersedia menikahi Maria meskipun sudah dalam keadaan hamil.  Sebagai manusia biasa tindakan itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk diputuskan.  Namun pada akhirnya Ia rela melakukannya sebagai langkah ketaatan kepada kehendak Tuhan.

        Apakah Saudara rela dipakai untuk menjadi bagian dari rencana Agung Tuhan.  Jikalau bersedia jadilah seperti Yusuf memberi diri sepenuh hati kepada Tuhan.  Sikap-sikap yang diperlukan untuk itu adalah ketulusan, kerendahan hati dan ketaatan. Selamat Memberi diri pada Sang Juruselamat.Amen.

Oleh Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

"Kabar Baik Bagi Semua Orang"

(Lukas 1:26-38)




        Malaikat Gabriel datang menemui Maria.  Ia membawa kabar baik kepadanya bahwa Maria akan mengandung dari Roh Kudus dan selanjutnya melahirkan seorang bayi laki-laki.  Gabriel menyatakan bahwa anak tersebut akan disebut anak Allah yang maha tinggi.  Dan Tuhan akan mengaruniakan kepadaNya tahta Daud bapa leluhurnya, dan kelak akan menjadi Raja dan kerajaanNya tidak berkesudahan.

        Kabar tersebut tentu sangat mengejutkan sekaligus  juga menggembirakan bagi Maria.  Sehingga Ia merespon positif perkataan Tuhan melalui malaikat tersebut dengan berkata, "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan: Jadilah padaku menurut perkataanmu itu".  Kabar tersebut seharusnya menggembirakan tidak hanya bagi Maria tetapi juga bagi seluruh Israel.  Masalahnya pada saat itu Israel sudah lama tidak memiliki raja dan negaranya di jajah oleh pemerintahan Romawi.  
Kitab Lukas ini ditulis setelah tahun 70 Masehi setelah Yerusalem dan Bait Suci dihancurkan. Nampaknya hendak memberikan penghiburan dan pengharapan kepada bangsa Israel.  Menjanjikan Raja yang akan mengatur dan memulihkan keadaan bangsa Israel dan membawa pada puncak kejayaan.

        Janji dan pengharapan itu layak didapatkan juga oleh kita semua.  Karena Yesus bukan saja raja biasa melainkan Anak Allah yang maha tinggi. Ia adalah Allah sendiri.  Yang kerajaannya tidak dibatasi oleh Israel saja namun seluruh isi dunia ini.  Dan yang pemerintahannya berlangsung selama-lamanya.  Maka terimalah Yesus menjadi Rajamu.  Dan Ia akan mengatur dan memulihkan serta membawa hidupmu yang tertawan dan terpenjara oleh keinginan dunia ini beralih pada kejayaan surgawi.Amen.


Oleh

Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

“INJIL YANG MENYELAMATKAN”

(Roma 1:16-17)



Korea selatan adalah negara yang luar biasa.  Secara  rohani perkembangan kekristenannya sangat pesat.  Terdapat banyak mega church  disana.  Myung Sung Presbyterian Church merupakan salah satunya. Jemaatnya hingga seratus ribu jiwa.  Mereka banyak mengirim misionaris ke seluruh dunia.  Di Indonesia saja kurang lebih ada 700 orang Korea Selatan yang melakukan misi penginjilan.  Meskipun di Korea sendiri kekristenan baru 18,3 persen dari populasi yang ada.  Empat puluh enam persen populasi terbesar merupakan orang Atheisme.  Tidak mengherankan, dengan keadaan tersebut terjadi sebuah Ironi permasalahan yang besar di tengah kemajuan bangsa Korea yang diramalkan akan menjadi negara terkaya nomer 2 di dunia karena pertumbuhan ekonominya yang sangat cepat. Negara ini mempunyai permasalahan tingkat bunuh diri yang terbesar di seluruh dunia. Penelitian tahun 2011 memperlihatkan bahwa 28,4 dari seratus ribu orang Korea Selatan melakukan bunuh diri.  Penyebabnya karena tekanan hidup yang berat dengan tuntutan yang tinggi dalam segala hal demi percepatan ekonomi.  Tentu saja mereka yang atheis cenderung mengalami gangguan depresi yang parah karena tidak  mempunyai pengharapan.


Hidup dengan Injil mampu menyelamatkan dan memberikan kekuatan.  Kalau tidak demikian Paulus  tidak akan memegang dengan kokoh keyakinan akan Injil itu (ay.16).  Keyakinannya yang kokoh itu bahkan sudah dibuktikan dalam pengalaman hidupnya yang penuh dengan tantangan dan ancaman (2 Kor.11:23-28).  Hidup dengan Injil adalah hidup dalam pertobatan dan pengampunan dosa (Lukas 24:47).  Bisa dikatakan sebagai hidup yang benar-benar hidup karena didalamnya ada damai sejahtera, sukacita dan kebahagiaan.  Sebaliknya  hidup tanpa Injil merupkan hidup yang sebenarnya binasa karena hidup  dengan absennya ketenangan, damai sejahtera dan sukacita.  Hidup penuh amarah , dendam , kebencian, ketakutan, kekawatiran dan tak berpengharapan.  Hidup semacam itu oleh karena masih menuruti keinginan daging (Gal.5:19-21).  Hidup tanpa adanya pertobatan dan pengampunan dosa.
Tentu kita akan memilih Hidup Dengan Injil yang menjanjikan keselamatan.  Baik keselamatan di dunia saat ini juga maupun keselamatan kekal secara sempurna di dalam kerajaan Sorga.  Mari hidup dengan Injil yang menyelamatkan.  Selanjutnya juga melakukan misi Tuhan dalam mengabarkan Injil Yang Menyelamatkan tersebut dalam kehidupan di dunia ini.

Oleh
Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.


“MERETAS BATAS-BATAS PELAYANAN”

(Lukas 19:1-10)



Pada saat ini santer pemberitaan mengenai para menteri kabinet kerja yang blusukan secara total.  Mereka semua nampaknya mengikuti gaya presiden Jokowi yang mengedepankan strategi blusukan untuk mengetahui kondisi real masyarakat. Ada menteri yang bahkan naek pagar karena tidak dibukakan pintu waktu melakukan sidak di sebuah agen penampungan tenaga kerja.  Aksi mereka ini bisa di bilang meretas batas-batas pelayanan.    Sudah tidak ada lagi perasaan-perasaan gengsi, enggan, sungkan yang dapat membatasi pelayanan kepada sesama.
Tuhan Yesus sudah memberikan teladan untuk melayani siapapun tanpa melihat status sosial ataupun pandangan masyarakat.  Ia berkenan menumpang di rumah Zakheus Sang Pemungut Cukai (ay.5).  Padahal status sebagai pemungut cukai merupakan status yang di benci oleh masyarakat Israel.   Mereka dianggap sebagai orang berdosa dan pengkhianat bangsa.  Maka maklumlah bila ada banyak orang yang berkasak-kusuk dengan nada negatif keheranan membicarakan tindakan Yesus itu, “ Ia menumpang di rumah orang berdosa” (ay.7).  Namun pelayanan Yesus yang meretas  sikap gengsi dan sok suci itu menunjukkan hasilnya.  Zakheus menjadi bertobat dan berkomitmen untuk memberikan hartanya pada orang miskin dan mengganti orang-orang yang dulu pernah di perasnya.  Tuhan Yesus berkata, “ Anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang”(ay.10).
Saatnya turut menyingsingkan lengan baju bekerja melayani sesama.  Dengan tidak memandang perbedaan status, golongan, agama dan lain sebagainya.  Melayani yang terhilang agar mereka mengenal Tuhan.  Serta mengalami pertobatan hidup.  Semakin berguna bagi sesama manusia.

Oleh
Iwan Firman Widiyanto, M.Th.


  

“HIKMAT MEMBAWA PERUBAHAN”

(Pengkotbah 8:1)

“... Hikmat manusia menjadikan wajahnya bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya”



Pengkotbah adalah salah satu kitab suci yang sangat sulit di pahami. Di dalamnya terdapat banyak hal yang diungkapkan secara kontradiksi.  Misalnya, Di satu sisi Ia menganjurkan orang berhikmat dan banyak belajar -- dan dia pun seorang pembelajar kehidupan yang baik-- namun di sisi lain ia mengatakan semuanya itu sia-sia karena di dalam hikmat ada banyak susah hati (1:18).  Meskipun demikian Ia tidak mengatakan hikmat sama sekali tidak berguna.  Ia menulis, “...Hikmat manusia menjadikan wajahnya bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya”(8:1).  Itu berarti hikmat tetap merupakan sesuatu yang bernilai.  Disebut sebagai dapat membuat wajah orang bercahaya sekaligus merubah kekerasan wajahnya.  Kita tahu bahwa wajah itu representasi dari hati.  Dengan demikian hikmat tidak hanya merubah wajah namun juga merubah hati yang memancarkan kehidupan yang lebih baik.
Inilah kesimpulan hikmat dari Pengkotbah, Pertama : Senantiasa mensyukuri apa yang sudah dikaruniakan Tuhan dengan cara menikmati dan bergembira atas segala hasil jerih lelah (2:24-26; 5:17; 9:7-8).  Kedua; Senantiasa bergembira dalam pekerjaan (3:2; 9:10).  Ketiga; Menikmati hidup bersama istri seumur hidupmu yang dikaruniakan Tuhan (9:9). Keempat; Tetap berhikmat karena hikmat itu perkasa dan mempunyai kekuatan (9:16-18). Kelima;  Selama hidup harus mengingat Tuhan, takut akan Tuhan dan dan berpegang pada perintah-perintahNya karena pada saatnya Tuhan akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan (12:1; 12:13-14).
Marilah membuat hidup kita bercahaya dan membawa perubahan didalamnya dengan mencari hikmat dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.











“PEMBAHARUAN RADIKAL”

(Keluaran 32:1-35)



Setelah lama di tinggal oleh Musa ke gunung Sinai untuk bertemu dengan Tuhan, bangsa Israel membuat patung lembu emas untuk disembah.  Menyaksikan hal itu Tuhan dan Musa menjadi sangat marah.  Pertama-tama Tuhan hendak membasmi seluruh bangsa Israel dan hanya keturunan Musa sajalah yang akan di buat menjadi bangsa yang besar (ay.10).  Namun Musa memohon agar bangsa Israel diampuni.  Lalu Tuhan mengampuni kesalahan orang Israel (ay.14).  Tapi justru Musa sendirilah yang selanjutnya geram terhadap bangsa Israel.  Sehingga Ia menyuruh orang Lewi untuk membunuh setiap orang yang telah memberontak pada Tuhan.  Hingga tiga ribu orang tewas pada waktu itu (ay.28).
Apa yang dilakukan Musa itu mungkin bisa disebut sebagai pembaharuan radikal.  Sangat ekstrim !  Membunuh kurang lebih tiga ribu orang yang memberontak pada Tuhan dalam satu kesempatan.  Namun kita perlu melihat maknanya, sedangkan tindakan kekerasannya tidak patut untuk di   contoh.  Maknanya adalah kehendak untuk membangun kembali komunitas yang takut akan Tuhan.  Hormat dan tunduk akan kehendak Tuhan.  Maka untuk membangun hal itu perlu menyingkirkan semua penyebab ketidaktaatan kepada Tuhan.
Kita harus bertindak yang radikal juga.  Bukan dengan kekerasan namun berdasarkan kasih Kristus.  Membangun generasi yang takut akan Tuhan untuk menghadirkan Kerajaan Allah di bumi seperti di Surga.  Pendirian Pusat Pengembangan Anak di GKMI Srumbung Gunung adalah suatu pembaharuan yang radikal juga.  Melalui program itu kita akan membangun generasi yang takut akan Tuhan secara sistematik dan masif.  Melaluinya wajah bangsa Indonesia bahkan dunia akan diubah dan diperbaharui seturut dengan kehendak Tuhan.

          (MOU pendirian PPA antara GKMI Srumbung Gunung dengan Yayasan Compassion)
  
                                         
Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.



“MEWARISI IMAN DAN PENGHARAPAN ABRAHAM”

(Kejadian 15:1-6 ; Roma 15:18-22)



Salam Dan Terimakasih

Saya mengucapkan terimakasih kepada Hamba Tuhan, Majelis dan Jemaat Gereja Pan Am karena telah memberi kesempatan untuk berkotbah di gereja Pan Am.  Saya tidak pernah berpikir akan diundang dan mengunjungi negara Korea selatan.  Apalagi untuk berkotbah di tempat yang luar biasa ini.  Saya melihat ini sebagai sebuah anugerah terindah dari Tuhan Yesus pada tahun ini.  Kesempatan ini tidak akan pernah terjadi tanpa pelayanan yang luarbiasa dari keluarga besar gereja Pan Am.
Saya juga menyampaikan salam dari keluarga besar gereja kami, GKMI Semarang Cabang Srumbung Gunung.  Kiranya Kasih Kristus mengikat tali persaudaraan kita sekarang dan selama-lamanya.  Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terimakasih atas dukungan doa dan dana keluarga besar gereja Pan Am atas pembangunan gereja GKMI Semarang cabang Srumbung Gunung.  Dengan dukungan gereja ini kami dapat menyelesaikan pembangunan gedung gereja yang sudah kami mulai sejak tahun 2010.  Untuk itu kami berdoa kiranya Tuhan Yesus sendiri yang membalas kebaikan dan pelayanan dari Bp/Ibu semuanya.









Pendahuluan

Saya bergumul dengan Tuhan ketika hendak merancang kotbah ini.  Saya bertanya dalam doa, “Tuhan saya harus berkotbah mengenai apa?”.  Lalu Saya mulai belajar dan mencari banyak informasi mengenai Korea Selatan.  Dari pembelajaran tersebut saya menjadi terkagum-kagum terhadap negara ini. Terhadap perkembangan ekonominya yang mengalami kemajuan yang sangat pesat.  Para ahli memprediksi bahwa Korea Selatan akan menjadi negara terkaya nomer 2 di dunia dan akan tercatat sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Prediksi para ahli ini mungkin akan menjadi kenyataan. Saya akan memberikan contoh yang  sederhana yang membuktikan hal tersebut.  Di desa kami saja, yang agak jauh dari kota, di lereng gunung Ungaran di Provinsi Jawa Tengah, anda bisa menemukan dengan sangat mudah barang-barang produksi dari Korea Selatan.  Handphone merk samsung dengan layar sentuh dan tekhnologi android sudah menjadi pemandangan sehari-hari di tempat kami. Bahkan istri,adik dan beberapa jemaat juga memakai Handphone dengan merk tersebut. Monitor LCD ukuran 50 inchi milik gereja kami bermerk LG, Laptop gereja dan  monitor PC kami merk Samsung, lemari es kami merk LG dan sebagainya.  Belum di tempat-tempata lain di Indonesia bahkan di negara-negara lain di dunia.  Nampaknya pemandangan itu membenarkan  data  bahwa Korea Selatan, sebagai negara dengan Expor terbesar kedelapan didunia sekaligus negara dengan impor terbesar didunia ini, telah mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Melihat perkembangan tersebut sebenarnya saya sempat bergumul lebih mendalam lagi dengan Tuhan mengenai pokok Firman Tuhan  apa yang kiranya cocok hendak disampaikan kepada jemaat di Korea.  Karena nampaknya kehidupan di negara ini demikian sempurna. Namun benar apa kata pepatah dari negara saya, “Tidak Ada Gading Yang Tidak Retak”, yang berarti tidak ada segala sesuatu yang sempurna di dunia ini tanpa cacat sedikitpun.  Segala sesuatu di dunia ini pasti mempunyai kelemahan.  Saya mendapatkan data yang sungguh mencengangkan berkaitan dengan permasalahan di Korea Selatan.  Ternyata negara ini dinyatakan juga sebagai negara dengan tingkat bunuh diri tertinggi di dunia. Park dan Lester, peneliti sosial, menyatakan bahwa pada tahun 2011 sebanyak  28,4 orang dari setiap 100.000 orang di Korea Selatan melakukan bunuh diri.  Saya tidak tahu dengan data pada tahun ini apakah mengalami penurunan atau peningkatan. Namun persoalan ini nampaknya masih menjadi persoalan yang cukup pelik bagi pemerintahan Korea Selatan.  Masalahnya kasus bunuh diri ini telah menimpa berbagai kalangan.  Baik kalangan usia sekolah maupun kalangan tua dengan usia 60-74 tahun.  Bahkan kasus bunuh diri ini menimpa juga kalangan elit seperti tokoh politik nasional, pengusaha, olahragawan, artis, model dan lain sebagainya.
Mengapa hal ini bisa terjadi ? Data tahun 2010 menyatakan bahwa bunuh diri di korea Selatan 28,8 % disebabkan oleh karena putus asa secara psikologis, 22,6 % karena penderitaan fisik, 15,9% karena kesulitan ekonomi dan 11,4 % karena masalah keluarga.  Beberapa peneliti menerangkan bahwa permasalahan bunuh diri pada usia sekolah terjadi karena tekanan yang berkaitan dengan kemampuan akademik di sekolah.  Sedangkan bunuh diri pada orang tua karena mereka tidak mau menjadi beban ekonomi bagi anaknya. 
Saya bergumul lagi, bagaimana hal ini bisa terjadi ? Padahal sekarang ini sedang terjadi kegerakan rohani yang pesat dari gereja-gereja Korea Selatan.  Bahkan gereja dengan jemaat terbesar di dunia dapat di temukan di negeri ini.  Selanjutnya permasalahan ini menjadi lebih jelas manakala saya dikejutkan oleh data yang dilansir Pew Research yang memperlihatkan bahwa ternyata kekristenan di Korea Selatan baru mencapai 18,3 % dari populasi yang ada di Korea.  Katolik 10, 9 % dan Budha sebagai agama terbesar kedua sebanyak 22,8 %.  Dan yang paling mengejutkan saya adalah bahwa ternyata mayoritas populasi Korea Selatan sebanyak 46,5 % menganut paham Atheisme.  Kemudian sisa sekitar 1,7 % merupakan penganut agama dan kepercayaan yang lain.
Jelas dari data-data itu memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat Korea Selatan dalam ancaman keputusasaan dan tekanan psikologis yang dahsyat.  Dan kalangan mayoritas masyarakat Atheis yang tidak percaya pada Tuhan menjadi kalangan yang paling rentan dengan tekanan psikologis dan keputusasaan.  Kalangan ini sungguh-sungguh membutuhkan Iman dan Pengharapan akan Tuhan secara khusus kepada Tuhan Yesus Kristus.   Dengan demikian akan mampu mengatasi tekanan batin dan selanjutnya mampu meminimalkan upaya untuk bunuh diri.

Belajar dari  Abraham

Situasi demikian mendorong kita belajar dari Iman dan pengharapannya Abraham. Ia merupakan teladan Iman dan Pengharapan yang luarbiasa.  Makanya Ia disebut sebagai Pahlawan Iman atau Bapa orang beriman.  Paulus mencatat demikian, “Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi Bapa banyak bangsa, menurut yang telah difirmankan: “Demikianlah nanti banyaknya keturunanmu” (Roma 4:18).  Dalam hal ini Abraham mampu melihat dengan mata iman.  Ia tidak menjadi mudah putus asa ketika melihat keadaan dirinya yang dapat dipastikan secara logika sudah tidak mungkin lagi mempunyai keturunan. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh Paulus, “Imannya tidak menjadi lemah, walaupun Ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya kira-kira sudah seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup (Roma 4:19).
Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan untuk mengatasi kesulitan dan tekanan hidup yang dapat membawa kepada keputusasaan.  Pertama; Menumbuhkan Sikap menerima segala keadaan dengan penuh ucapan syukur dan sukacita.  Kedua; Mempunyai keyakinan iman yang kuat.  Dan yang ketiga; Mengandalkan Tuhan.

Abraham Menerima Keadaan yang terbatas

 Abraham sebenarnya sudah sangat siap menerima keadaannya yang terbatas  itu. Ia tidak mengeluh dan berputus asa.  Bahkan Ia tetap berharap pada rencana Tuhan yang lain dalam hidupnya.  Mungkin dia berpikir meski Tuhan tidak memberi keturunan, namun Tuhan pasti mempunyai rencana lain yang lebih indah bagiku. Hal Ini ditunjukan dengan perkataannya kepada Tuhan, “...Apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi  rumahku ialah Eliezer,  Orang Damsyik itu” (Kej.15:2). Disinilah letak sikap menerima Abraham terhadap keadaannya.  Ia menyadari kemungkinan hidupnya akan meninggal tanpa mempunyai keturunan. Dengan demikian Ia tidak menunjukkan keputusasaannya.  Bahkan siap membuat perencanaan yang lain.  Ia berencana untuk mewariskan hartanya nanti pada pembantunya ,yaitu Eliezer.
Padahal tidak mempunyai keturunan bukanlah masalah sepele dalam budaya orang Asia.  Baik dalam budaya Israel kuno maupun dalam budaya orang Asia yang lain , tidak terkecuali juga dengan budaya Korea Selatan saat ini.  Keturunan dianggap sebagai sesuatu yang sangat penting.  Yaitu sebagai tanda berkat Tuhan dan yang akan menjaga dan meneruskan garis keturunannya agar tidak terputus.  Dengan demikian dapat melanjutkan  segala pencapaian hidupnya, yaitu dengan mewariskan harta bendanya atau usaha yang telah dirintis sejak lama kepada keturunannnya itu. Orang yang tidak mempunyai keturunan biasanya akan dianggap sebelah mata oleh komunitasnya.  Mungkin mereka akan kurang dihormati dan menjadi bahan olok-olokkan atau menjadi bahan pembicaraan negatif yang lain.  Dalam keadaan itu sebenarnya Abraham, sebagai manusia biasa dapat saja memberontak pada Tuhan, menjadi lemah dan putus asa.  Namun semuanya itu tidak dilakukannya.  Ia tetap berharap dan bergantung pada perencanaan Tuhan atas hidupnya.  Dia menerima apa yang menjadi perencanaan Tuhan dalam hidupnya.  Meskipun itu mungkin tidak sesuai dengan harapannya.
Sikap menerima keadaan dan tetap berharap atau bergantung pada Tuhan adalah sikap yang penting untuk kita teladani dan hayati dalam kehidupan kita. Bahkan dalam keadaan yang terburuk sekalipun yang diijinkan Tuhan terjadi dalam hidup, kita harus tetap menerimanya dengan ucapan syukur. Selain Abraham tokoh Ayub juga merupakan orang beriman yang telah memberikan teladan hidup semacam itu.  Meskipun pencobaan datang dalam hidupnya secara bertubi-tubi, anaknya mati semua, harta bendanya habis namun Ayub tidak memberontak atau menjauh dari Tuhan.  Ia menerima perencanaan Tuhan dalam hidupnya. Dalam kondisi yang penuh dengan tekanan batin yang menyakitkan itu ia berkata, “Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali kedalamnya.  Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan !”(Ayub 1:21).  Dan selanjutnya Alkitab mencatat, “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut (Ayub 1:22).  Dengan bersikap semacam itu, Ayub tetap tegar, ia tetap bisa memuji Tuhan dan menyatakan ucapan syukurnya. 
Dalam hal ini, memuji Tuhan dan tetap mengucap syukur kepada Tuhan, meski tekanan hidup melanda merupakan sebuah upaya untuk menerima keadaan terburuk yang diijinkan Tuhan terjadi pada kita.  Maka patut juga kita mendengarkan seruan Paulus, “Bersukacitalah senantiasa didalam Tuhan! sekali lagi kukatakan bersukacitalah !”(Filipi:4:4).  Kemudian dilanjutkan, “Janganlah hendaknya kamu kuatir akan apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu pada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Filipi 4:6).  Dan apabila kita bisa melakukan yang demikian itu maka, “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Filipi 4:7).

Abraham Penuh Dengan Keyakinan iman

Kunci sukses Abraham dapat menang mengatasi kelemahan, keterbatasan dan tekanan hidupnya adalah karena Abraham itu taat mendengar sabda Tuhan dan mengimani dengan setia perwujudan janji Tuhan tersebut.  Tuhan berfirman kepada Abraham, “Orang ini (Eliezer) tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu”. Lalu Tuhan membawa Abram keluar serta berfirman, “Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika Engkau dapat menghitungnya”.  Maka FirmanNya kepadanya; “Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.” (Kejadian 15:4-5).  Dan Alkitab mencatat dengan jelas respon Abraham, “Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (Kejadian 15:6).
Padahal pada waktu itu Abraham belum mempunyai anak dan Ia sudah sangat tua dan kandungan Istrinya sudah tertutup.  Tapi Abraham sangat yakin dengan janji Tuhan itu.  Selanjutnya keyakinannya itu mampu mengatasi situasi yang sebenarnya.  Sebuah situasi ketidakmungkinan mempunyai keturunan di saat usianya sudah sangat tua dan kandungan Sara Istrinya sudah tertutup.  Alkitab mencatat, “Tetapi terhadap janji Allah ia tiak bimbang karena ketidakpercayaan, malah Ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah. Dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.  Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran”(Roma 4:20-22).
Lalu bagaimana caranya agar keyakinan iman kita kepada Tuhan bisa kuat seperti keyakinan imannya Abraham?  Paulus menyatakan bahwa “Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh Firman Kristus”(Roma 10:17). Itu berarti keyakinan iman kita akan dapat kuat apabila kita setia mendengar dan memahami Firman Tuhan.  Kita perlu belajar dengan rajin dan penuh disiplin akan firman itu, Menghayati dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.  Entah itu dalam saat teduh pribadi maupun melalui mesbah keluarga.  Juga melalui ibadah bersama dengan jemaat yang lain.  Keyakinan Iman Abraham demikian kuat karena Ia juga setia mendengar sabda Tuhan.  Abraham peka terhadap suara dan kehendak Tuhan.
Orang menjadi putus asa karena Ia tidak mempunyai keyakinan iman yang kuat.  Kasus seperti ini tidak saja terjadi pada orang yang tidak percaya kepada Tuhan, namun juga dapat dialami oleh orang Kristen yang fokus perhatiannya hanya pada permasalahan hidup,   sehingga Ia lupa berfokus pada Tuhan yang Maha Kuasa.  Orang tidak berfokus pada Tuhan karena Ia tidak bisa merasakan Tuhan yang hidup didalam kehidupannya. Masalah tersebut dapat terjadi karena Ia hanya menempatkan Tuhan sebagai pengetahuan akal budi.  Tuhan hanya menjadi sebuah konsep yang memuaskan akal saja.  Sehingga ia tidak dapat merasakan sendiri pengalaman rohani Tuhan yang hidup.
Kita harus mempunyai pengalaman iman secara pribadi, pengalaman yang mampu merasakan Tuhan yang benar-benar hidup.  Kita harus mempunyai iman yang kuat.   Iman sendiri dapat dipahami sebagai kemampuan melihat tangan Allah yang telah berkarya menolong dalam menyelesaikan segala permasalahan kita, meskipun pada kenyataannya masalah kita saat ini belum selesai.  Sama seperti yang diajarkan Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Ibrani yang  mengatakan, “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibrani 11:1). Itu berarti penglihatan rohani kita perlu dipertajam.  Harus mampu melihat penyelesaian telah terjadi oleh Tuhan, meski pada kenyataannya masalah masih terjadi.  Iman inilah yang akan memberi kita kekuatan baru untuk menghadapi segala situasi yang berat dan tidak menguntungkan.  Iman inilah yang akan mengubah sesuatu yang mustahil  menjadi sesuatu yang dapat menjadi kenyataan.

Mengandalkan Tuhan

                   Problem utama orang menjadi putus asa adalah karena mereka biasanya cenderung mengandalkan kekuatannya sendiri.  Padahal kita menyadari bahwa kekuatan manusia dengan segala akal budinya sangat terbatas. Sehingga orang menjadi sangat tertekan ketika pikiran dan kekuatannya itu gagal dalam menyelesaikan segala permasalahan dengan berbagai tekanannya yang berat.
 Firman Tuhan melalui Yeremia berbicara sangat tegas mengenai orang yang mengandalkan kekuatannya sendiri; “Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan ! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, Ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; Ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk (Yeremia 17:5-6).  Jadi orang yang jauh dari Tuhan dan hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri akan mengalami kesepian batin yang mendalam, digambarkan seperti tinggal di padang gurun yang tidak berpenduduk.  Ia akan mengalami kegersangan hidup, tidak ada damai sejahtera.  Dalam hatinya hanya ada amarah, kekecewaan, kepahitan dan ketidakpuasan hidup.  Rohaninya kering dan hampa, seperti kehilangan tujuan, tidak tahu arah yang jelas.  Orang yang semacam itu tentu sudah masuk kedalam penderitaan dunia yang hebat.  Keadaan semacam tidak memandang status sosial kaya miskin.  Meskipun kaya tapi tidak mengandalkan Tuhan akan mengalami situasi semacam ini.  Maka tidak mengherankan apabila pelaku bunuh diri juga dilakukan oleh orang-orang yang terkenal dan kaya.
Sebaliknya ada berkat yang penuh bagi mereka yang mengandalkan Tuhan. “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya kepada Tuhan !  Ia akan seperti  pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah (Yeremia 17:7-8).  Orang yang mengandalkan Tuhan akan mendapatkan kesegaran dan kesejukan dalam hidupnya.  Digambarkan seperti pohon yang ditanam didekat air. Itu berarti damai sejahtera melingkupinya secara penuh.  Ada kepuasan hidup dan apa yang dibutuhkan dicukupkan oleh Tuhan. Dan berkat yang diterima itu tidak hanya berguna bagi dirinya sendiri namun juga akan dapat dirasakan oleh orang disekitarnya.


Mengabarkan Iman Dan Pengharapan                                                                                                                                                                                                                                                                                       Iman dan pengharapan kepada Tuhan Yesus tidak boleh hanya menjadi berkat bagi kita saja namun harus juga diwartakan kepada sesama kita.  46,5 % lebih penduduk negeri ini dapat diumpamakan “seperti semak bulus di padang belantara,... yang tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk”.  Mereka rentan terhadap keputusasaan dan tidak punya arah hidup rohani yang jelas.  Meski secara jasmani perkembangan ekonomi sedemikian pesatnya.  Mereka membutuhkan kasih kita hingga mereka mengenal iman dan pengharapan di dalam Tuhan Yesus.  Dan mengalami kepuasan hidup yang penuh secara jasmani dan Rohani.  Gereja perlu bertindak dengan kreatif dan tepat sasaran.  Untuk menjangkau mereka yang rentan terhadap masalah keputusasaan oleh karena tekanan kehidupan yang keras. Saya dan saudara mempunyai tugas yang sama dalam hal ini, yaitu mengabarkan Iman dan pengharapan didalam Kristus.  Mari kita saling mendoakan dan saling mendukung hingga kerajaan Allah dapat dinyatakan di bumi ini. Amen.  



Oleh
                       Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

“Membuka Pintu Berkat Dengan Memberi”

   (2 Raja-Raja 4:8-37)
        

Ada seorang perempuan Sunem yang kaya raya namun tidak mempunyai anak.  Suaminya sudah lanjut usia.  Namun perempuan dan suaminya ini setia kepada Tuhan.  Mereka melayani Elisa, Sang hamba Tuhan, yang seringkali datang ke kota Sunem. Kedua suami istri ini dengan ramah menerima Elisa kedalam rumahnya dan mengajaknya makan (ay.8).  Mereka membuatkan kamar lengkap dengan segala keperluannya (ay.10).  Mendapatkan pelayanan yang sedemikian itu maka Elisa ingin membalas kebaikan suami-istri tersebut.  Ia menubuatkan bahwa perempuan Sunem tersebut akan mengandung satu tahun kemudian (ay.16). Dan apa yang dinubuatkan itu terjadi, setahun kemudian perempuan Sunem melahirkan seorang anak laki-laki (ay.17).  Namun beranjak dewasa si anak tiba-tiba mati.  Perempuan itu sangat sedih dan meminta pertolongan pada Elisa.  Lalu Elisa dengan anugerah Tuhan membangkitkan anak laki-laki tersebut dari kematian (ay.35).
Perempuan Sunem dan suaminya mempunyai Hospitality atau sikap ramah yang luar biasa kepada seorang hamba Tuhan.  Mereka tidak hanya menerima Elisa kedalam rumahnya, namun juga memberinya  makan dan kamar khusus lengkap dengan segala keperluannya.  Apa yang mereka berikan kepada Elisa dilatarbelakangi dengan kesadaran bahwa Elisa merupakan Abdi Allah yang kudus.  Itu berarti mereka memberi Elisa dengan tujuan untuk melayani Tuhan.

Ini adalah contoh orang kaya yang mempunyai komitmen kuat. Ia memakai hartanya untuk melayani Tuhan.  Selanjutnya kitab suci memperlihatkan bahwa ketika mereka banyak memberi, maka berkat Tuhan turun menyempurnakan kehidupan mereka.  Melalui Elisa, Tuhan menganugerahi perempuan Sunem dengan seorang anak laki-laki.  Dan meskipun di suatu hari anak lelaki satu-satunya tersebut mengalami musibah hingga mati, namun Tuhan tidak tinggal diam.  Ia memberikan mukzizatnya. Melalui Elisa maka anak lelaki itupun hidup kembali. Tuhan tidak pernah berhutang kepada mereka yang sungguh-sungguh memberi dengan tulus untuk melayani pekerjaan Tuhan. Mari belajar dengan setia. Memberi...memberi...dan memberi...untuk kelancaran pekerjaan Tuhan.  Maka pintu berkat Tuhan akan semakin terbuka.  Dan berkatnya mengalir turun atas kita.

 Oleh Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.

SAMBUTAN KETUM SINODE GKMI di Srumbung Gunung

RUMAH TUHAN, RUMAH SEGALA BANGSA



Rumah adalah sebuah kebutuhan primer dari semua mahluk hidup.  Entahkah dia seorang manusia atau seekor binatang, semua mahluk hidup membutuhkan rumah.  Tidak terkecuali dengan Tuhan.  Itu sebabnya bangunan gereja juga dimaknai sebagai Rumah Tuhan.  Ini tentu saja tidak dimaksudkan bahwa Tuhan hanya bisa ditemui di sana.  Raja Daud pernah ditegur oleh Tuhan melalui nabi Natan ketika ia akan mendirikan rumah bagi Tuhan, sebab kemuliaan Tuhan tidak pernah bisa dikungkung dalam sebuah bangunan; betapapun megah dan mewahnya bangunan tersebut.  Rumah Tuhan tidaklah dimaksudkan untuk menunjukkan arogansi umat, seolah-olah Tuhan dapat dikuasai dan dimiliki oleh umat tersebut.  Rumah Tuhan lebih dimaksudkan untuk menunjukkan tempat di mana umat dapat dengan tenang beribadah, menyembah sang Junjungan Mulia; mendengar titah-titahNya dengan jernih dan melakukannya dalam kehidupan sehari-harinya di tengah masyarakat.

Jika pada hari ini GKMI Semarang Cabang Srumbung Gunung bermaksud menahbiskan gedung gereja yang baru, maka semangatnya tentulah bukan untuk mengungkung kemuliaan Tuhan di dalam bangunan gedung gereja ini.  Tetapi semangatnya adalah untuk menunjukkan bahwa jemaat GKMI di sini memiliki sebuah kerinduan untuk dapat beribadah dengan tenang dan dapat berbagi berkat kepada, bahkan berbagi gedung dengan, orang-orang yang ada di sekitarnya.  Itu sebabnya, gedung gereja yang ditahbiskan ini disebut sebagai Rumah Segala Bangsa.

Menarik untuk memperhatikan bahwa teks Yesaya 56:1-8 yang dijadikan landasan Firman Tuhan dalam penahbisan gedung gereja ini adalah sebuah teks yang berbicara tentang keadilan.  Dalam teks yang ditujukan kepada umat Israel di pembuangan itu dengan jelas ditegaskan tanggung-jawab setiap individu untuk menegakkan keadilan, terutama ketika tidak ada lagi pemerintahan yang berdaulat yang berkuasa meregulasi keadilan.  Umat Israel dipanggil untuk menegakkan keadilan bagi kaum yang tertindas dan tak berdaya, untuk mewujudkan hubungan-hubungan sosial yang benar antara individu dan sesamanya yang sedang berada dalam kekurangan.  Jadi keadilan tidak dimengerti dalam suatu nada yang pasif semata-mata sebagai ketidak-hadiran kejahatan, tapi ia dipahami dalam nada yang sangat positif dan aktif, yakni merujuk pada tindakan melakukan kebaikan bagi kaum tertindas.

Kiranya tema dan harapan umat agar rumah Tuhan yang ditahbiskan di Srumbung Gunung ini menjadi rumah bagi segala bangsa benar-benar menjadi kenyataan.  Bahwa melalui penahbisan gedung gereja yang baru ini jemaat GKMI di Srumbung Gunung bertekad untuk menjadi umat yang menegakkan keadilan bagi sesamanya, dan bahwa gedung gereja yang ditahbiskan pada hari ini akan menjadi saksi sekaligus monumen bagi tekad mulia tersebut.  Kiranya Tuhan Yesus memberkati segenap hamba Tuhan, pengurus, dan jemaat GKMI Semarang Cabang Srumbung Gunung dalam upayanya untuk menegakkan keadilan bagi umat dan bagi orang-orang di sekitarnya; yach . . . bagi segala bangsa.  Nama Tuhan dipermuliakan.  Tuhan Yesus memberkati.


Pdt. Paulus S. Widjaja, MAPS, Ph.D.
Ketua Umum Sinode GKMI


Diunggah oleh Pietcesa