Media
massa diributkan dengan kecelakaan beruntun yang menewaskan 6 orang dan melukai
beberapa orang lainnya di Tol Jagorawi.
Kecelakaan tersebut menjadi semakin ramai dibicarakan karena disebabkan
oleh Dul, anak Ahmad Dhani, musisi yang terkenal di Indonesia. Dul dinyatakan banyak pihak bersalah karena
belum cukup umur namun sudah berani mengemudikan mobil. Dalam hal ini banyak pakar hukum dan lembaga
perlindungan anak menekankan penyelesaian masalah dengan konsep keadilan
Restoratif. Keadilan Restoratif lebih
menekankan perhatian kepada korban.
Dalam hal ini pelaku secara pribadi atau didukung oleh keluarga dan
masyarakat didorong untuk bertanggungjawab terhadap korban. Menarik sekali dalam kasus ini, Ahmad Dhani
sebagai orangtua Dul, menyatakan siap bertanggung jawab terhadap para korban dan
keluarganya. Ahmad Dhani siap menanggung
biaya hidup dari anak-anak yang ditinggal mati oleh para korban
kecelakaan. Bahkan Ia berkomitmen untuk
mendukung pendidikan mereka hingga setinggi-tingginya. Bahkan jikalau sampai S3 pun Ahmad Dhani siap
membiayai.
Keadilan
Restoratif sangat berbeda dengan keadilan Retributif yang menekankan pembalasan
yang setimpal kepada pelaku dan ganti rugi kepada pihak yang berwenang
(hakim,jaksa,polisi). Dalam keadilan
Retributif korban tidak mendapatkan perhatian dan kompensasi yang baik. Sehingga luka secara utuh dari korban
ditanggung korban sendiri. Keadilan
Restoratif ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam lagi sebagai dasar dari
tatanan bermasyarakat kita sekarang ini.
Keadilan
Restoratif akan dapat dilakukan dengan baik oleh pelaku maupun korban jikalau
keduanya mempunyai Jiwa kasih seperti yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Lukas
6:27-36. Poin pentingnya adalah “mengasihi”
, “berbuatlah baik” (ay.27), “Mintalah berkat bagi pihak lain/memberkati/mengampuni”
(ay.28), “berdoalah untuk yang lain”(ay.28), “Berilah kepada orang yang meminta
kepadamu”(ay.30), “Sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu
perbuatlah juga demikian kepada mereka” (ay.31), “berharap pada upah atau pembalasan yang baik dari Allah yang maha
tinggi” (aya.35), dan “hendaklah bermurah hati” (ay.36).
Dalam
hal ini pelaku didorong untuk mempunyai kesadaran rasa belas kasihan yang tinggi kepada
korbannya. Pelaku didorong aktif
memulihkan kondisi jasmani dan rohani dari korbannya seturut dengan kemampuannya
pribadi dengan didukung dengan pihaknya.
Sedangkan korban belajar mengampuni dan secara terbuka menerima bentuk pertobatan
dan tanggungjawab dari pelaku. Korban diajar untuk menerima damai sejahtera
dari kuasa pengampunan karena tidak menuntut pelaku dengan pembalasan yang
setimpal. Proses ini akan memutus
lingkaran tiada akhir dari dendam yang melahirkan kekerasan baru dan korban
yang lebih banyak. Justru keadilan ini
akan membawa pemulihan dan pertobatan bagi kedua belah pihak. (IFW)
No comments:
Post a Comment