Amsal 3:27-28
Seorang
tukang bekerja keras sepanjang hari untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Biasanya setiap hari sabtu ia menerima upah
kerjanya selama enam hari. Barangkali
setiap mendekati hari sabtu ia sudah sangat berharap mendapatkan upahnya
itu. Ia sudah membuat rencana untuk
memenuhi segala kebutuhan anak dan istrinya.
Istri dan anaknya juga sudah menanti dengan sukacita apabila sang ayahpulang
untuk membawa hasil jerih payahnya.
Bayangkan bagaimana kira-kira raut muka dan perasaan tukang beserta
dengan anak istrinya, apabila ternyata pada hari sabtu yang dinanti-nantikan
itu Sang majikan karena alasan yang tidak jelas tidak jadi memberikan upahnya.
Pastilah tukang dan keluargannya menjadi sedih dan mungkin kecewa. Mungkin juga ia kemudian membatalkan
rencana-rencananya untuk memenuhi kebutuhan.
Dan mungkin juga ia membatalkan janjinya pada anak istrinya untuk
berjalan-jalan dsb.
Tuhan
mengajar kita untuk memberikan apa yang seharusnya menjadi hak orang dengan
segera, kita tidak diperbolehkan untuk menolak dan menundanya (ay.27-28). Entah
itu upah pekerja yang seharusnya kita bayarkan (Im.19:13), utang kita kepada
orang lain atau barang atau uang yang memang dibutuhkan oleh orang yang memang
benar-benar membutuhkannya, jika memang barang atau uang itu sudah ada pada
kita.
Memang
dalam hal ini perlu hikmat Tuhan. Jangan
sampai kebaikan yang Tuhan ingin kita kerjakan dimanfaatkan oleh orang
lain. Sehingga menjadikan orang lain itu
menjadi bertambah malas dan bergantung
pada kita. Namun prinsip dasar Firman
Tuhan harus kita pegang. Apa yang
menjadi hak orang lain yang kita bisa bayar harus segera kita bayarkan atau
berikan. Tidak boleh menunda atau
menahan kebaikan. Supaya dengan demikian orang lain itu boleh bersukacita. Nama Tuhan dipermuliakan melalui perbuatan
kita.
Oleh Pdt.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.
No comments:
Post a Comment