Kid.7:6-13
Ada sepasang suami Istri yang suka musik. Sang Suami
mempunyai kemampuan bermusik yang sangat baik sedangkan sang Istri mempunyai suara vokal yang
merdu. Namun ketika Sang Istri menyanyi
maka sang suami seringkali memberikan kritikan kepada istrinya. Dihadapan sang Suami selalu saja ada saja yang
kurang. Entah nyanyinya kurang
penghayatan, di lagu lain nadanya kurang tinggi atau kadang dikatakan pilihan
lagunya kurang tepat dan sebagainya.
Akhirnya Sang Istri ngambek dan tidak mau nyanyi lagi. Ia berpikir daripada setiap kali bernyanyi
selalu salah dan kemudian tidak enak hati dengan suami maka lebih baik tidak
bernyanyi. Suatu saat suaminya meninggal
karena musibah. Singkat cerita Sang
Istri mendapatkan lagi pasangan hidup.
Kali ini Suaminya adalah seorang tukang ledeng yang sama sekali tidak
tahu tentang musik. Yang ia tahu
hanyalah bahwa istrinya punya suara yang bagus.
Ketika istrinya selesai bernyanyi ia memberikan pujian “Ma...aku
bersyukur punya istri yang pandai bernyanyi. Kalau tidak aku pasti sudah gila,
karena setiap hari yang kudengar adalah suara berisik gergaji,dentuman palu dan
sebagainya. Sampai malam tiba pun aku kadang masih bermimpi mendengar
suara-suara berisik itu.Untung saja engkau hadir dalam hidupku dengan suara
merdumu....Aku bahagia Ma, menikah denganmu”.
Demikian sang Istri semakin bersemangat berlatih untuk mebahagiakan
suaminya. Dan setiap kali suaminya
mendengar istrinya bernyanyi Ia menyatakan pujiannya. Akhirnya karena Sang Istri terbiasa latihan Vokal,
Selanjutnya Ia menjadi seorang penyanyi yang terkenal di negaranya. Potensi
menyanyi sang istri menjadi berkembang justru ketika bersuamikan seorang tukang
ledeng yang tidak tahu musik.
Pujian yang Tulus memang mempunyai kekuatan yang besar
untuk mengembangkan potensi orang lain/pasangan kita, menciptakan keluarga yang
bahagia, sekaligus dapat memperbaiki hubungan yang rusak. Kidung agung 7:6-13
menjadi contoh yang baik seorang laki-laki memuji pasangannya. Mungkin semasa pacaran atau ketika jatuh
cinta atau memasuki masa bulan madu saling memuji menjadi makanan setiap
hari. Namun seringkali setelah
pernikahan lebih lama, saling memuji menjadi barang yang mahal. Akibatnya hubungan cintapun menjadi semakin
hambar.
Saya berpikir para rabi Yahudi dan Kristen memasukkan Kidung
Agung menjadi salah satu kitab dalam Alkitab tidak hanya karena ingin
menggambarkan hubungan antara Allah dan manusia yang mesra. Namun juga mereka
mengetahui kekuatan pujian bagi suami istri. Sehingga harapan mereka kitab yang
dihubungkan dengan raja Salomo itu (970-931SM) akan menjadi contoh hubungan
antar manusia khususnya antar pasangan yang bahagia dengan cara saling memuji.
Oleh Pdt.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.
No comments:
Post a Comment