PERESMIAN GEDUNG GEREJA DAN HARI ULANG TAHUN KE - 29
GKMI SEMARANG CABANG SRUMBUNGGUNUNG


Syukur kepada Tuhan kita Yesus Kristus sang penebus. Minggu, 28 Sepetember 2014 merupakan hari minggu yang dirasakan tidak seperti biasa oleh semua jemaat GKMI Semarang Cabang Srumbunggunung. Perasaan tidak biasa yang begitu penuh sukacita, dua acara sukacita dilaksanakan pada tanggal itu. Acara yang dimulai pada pukul 15.00 WIB tersebut merayakan peresmian gedung gereja yang sudah beberapa tahun ini dilaksanakan dan juga bersamaan dengan acara perayaan HUT ke - 29 GKMI Semarang Cabang Srumbunggunung.


 Pdt. Paulus Sugeng Widjaja, MAPS, Ph.D. yang merupakan Ketua Umum Sinode GKMI berkenan membuka Tabir Penutup Papan Nama Gereja dalam sambutan beliau mengatakan  bahwa Rumah Tuhan Adalah Rumah Segala bangsa.



Pemotongan pita oleh istri Gembala jemaat, Ibu Lidia Devianti Widjaya tepat di depan pintu utama gereja, sukacita luar biasa.




Bapak - bapak pejabat pemerintahan di daerah berkenan menghadiri perhelatan acara ini, tampak dalam foto di atas Bupati Kabupaten Semarang, Beliau yang mewakili Gubernur Jawa Tengah, dan beberapa unsur muspika setempat.




Ev. Andreas Christanday, MA memaparkan dalam penyampaian Firman Tuhan Tentang Rumah Tuhan Rumah Segala Bangsa didasari dari Yesaya 56 : 1 - 8



Pemotongan tumpeng sebagai simbol perayaan ulang tahun gereja yang ke 29














Sukacita yang luar biasa Tuhan berikan bagi kita semua, di desa yang kecil Tuhan ijinkan dan sertai untuk berdirinya gereja di Srumbunggunung. Dan rasa syukur juga karena Tuhan dengan kuasanya menggerakkan tangan - tangan untuk ikut membantu dalam doa maupun dana atas pembangunan gereja di tempat ini.


Kemuliaan Hanya bagi Tuhan

Amin (H2)



“Kebenaran : Otokritik atas kehidupan Bergereja”
(Gal.4:12-20)

         Pada tanggal 31 Oktober 1517 Martin Luther mempublikasikan 95 dalil yang berisi mengenai protes ataupun kritiknya terhadap pengajaran dan praktek keagamaan gereja Katolik yang dirasakan telah menyimpang dari kebenaran.  Terutama kritik terhadap ajaran Indulgensi yang menyatakan bahwa gereja di beri wewenang oleh Tuhan untuk mengurangi hukuman di dalam api penyucian.  Di tambah lagi pada masa Paus Leo X menjual surat Indulgensi untuk menopang pembangunan Basilika Santo Petrus.  Kritik juga ditujukan kepada gereja Katolik yang melakukan praktek jual beli jabatan rohaniwan.  Dalam proses reformasi tersebut beberapa reformator seperti Jan Hus di hukum mati dan John Wyclif di bakar.  Dari proses reformasi itulah selanjutnya  gereja Katolik terpecah, sebagian mengikuti para reformor dan menjadi gereja-gereja Protestan.  Maka 31 Oktober diperingati sebagai hari Reformasi.

         Meskipun resikonya sangat besar namun otokritik (mengkritisi diri) sangat diperlukan agar gereja kembali pada jalan kebenaran Tuhan.  Paulus juga melakukan kritik kepada jemaatnya di Galatia karena mereka terseret dalam arus pengajaran Yudaisme yang kembali menekankan kepada praktek hukum Taurat secara ketat (4:9-11).  Dengan memelihara hari-hari, bulan-bulan dan masa-masa tertentu, juga dengan menekankan pada sunat lahiriah (5:2).  Paulus menegaskan bahwa Kristus sebenarnya telah memerdekakan umatnya (5:1).  Sehingga tidak perlu umat jatuh dalam perhambaan lagi.  Paulus menasehati agar jemaat hidup dalam esensi hukum Taurat, yaitu kasih (5:14). Nampaknya karena kebenaran yang disampaikannya itu maka Paulus di musuhi oleh pihak-pihak jemaat yang berseberangan dengan pandangannya tersebut (4:16).  Padahal sebelumnya hubungan seluruh jemat Galatia dengan Paulus sangat harmonis (4:14).


         Bagaimanapun otokritik tetap harus dilakukan agar kehidupan jemaat tetap dalam kebenaran Kristus.  Jangan sampai karena sungkan dan takut terjadi konflik maka tidak berani mengkritisi  ajaran dan praktek gereja yang salah.  Namun seyogyanya otokritik disampaikan dengan cara yang bijaksana sehingga dapat diterima dengan baik esensinya oleh semua pihak tanpa menimbulkan konflik yang destruktif. Bagi yang di kritik perlu mempunyai sikap hati yang terbuka, rendah hati, dan pemikiran yang bening.  Apabila dirasa kritik tersebut dapat dipertanggungjawabkan seturut dengan firman Tuhan maka dengan rendah hati bersedia untuk berubah menjadi lebih baik.


Oleh
Pdm.Iwan Firman Widiyanto, M.Th.





“MEMBERI DENGAN TULUS”

(Matius 6:1-4)


Pernahkah anda mendengar seseorang menyatakan kalimat sehari-hari yang berbunyi kira-kira demikian, “Dia bisa berhasil seperti itu khan dulu karena saya. Dulu saya yang tunjukkan jalannya.Coba ngga ada Saya pasti Dia ngga bisa seperti itu”  atau kalimat   “Dia mempunyai jabatan itu khan dulu saya yang mengusulkan,  Eh, sekarang Dia malah ngga ingat sama sekali jasa-jasa saya”.  Kalimat-kalimat tersebut diatas adalah contoh kalimat sehari-hari yang mencerminkan suatu tindakan memberi bantuan atau pertolongan dengan tidak tulus.  Dalam kalimat tersebut ada perasaan ingin dimengerti jasa-jasanya dan berharap mendapatkan balasan dari orang yang pernah dibantu.  Disisi lain ada perasaan ingin disanjung atau dipuji karena telah berjasa dalam melakukan sesuatu bagi orang lain.
Tuhan Yesus jelas-jelas tidak menyukai orang  yang memberi dengan tidak tulus hati.  Ia menyebut tindakan seperti itu merupakan tindakan orang munafik (ay.2).  Ia mengajarkan para murid belajar memberi dengan motivasi yang benar, yaitu memberi dengan kasih yang tulus.  Bukan memberi dengan motivasi yang salah, yaitu supaya dilihat dan dipuji orang.  Atau memberi karena ingin mendapat balasan atau imbalan yang lebih besar.
Tuhan adalah Tuhan yang adil dan penuh kasih.  Ia berjanji memberkati orang yang bisa memberi dengan tulus hati (ay.1,4). Hikmat Salomo mengatakan “Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, Ia sendiri diberi minum (Amsal 11:25). Dan Tuhan Yesus berfirman, “Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah keluar akan dicurahkan dalam ribaanmu.  Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu (Lukas 6:38).”(IFW)


VIDEO PAPI Maz.101:2-8




Judul di atas merupakan tema salah satu sesi di Camp Pria Sejati.  Sebuah program pembangunan karakter pria  menjadi serupa dengan karakter Kristus.  Program ini telah memberkati jutaan pria diseluruh dunia untuk memulihkan kehidupan pribadi dan keluarga mereka masing-masing.  Video papi berbicara mengenai pengaruh gambaran figur seorang ayah terhadap prilaku anak-anaknya.  Sang pembicara Ronny Soedjak merefleksikan pengalamannya dan menyimpulkan bahwa karakternya yang rusak dan kemudian menyebabkan kehancuran pada perkawinan dan keluarganya dikarenakan Ia tidak mendapatkan gambaran yang baik dari ayahnya.  Dia menceritakan ayahnya adalah seorang suami yang suka berselingkuh dan berjudi.  Iapun mengikuti apa yang dilakukan ayahnya itu. Selanjutnya  anak-anak dari Ronny Soedjakpun  ikut rusak karena tidak mendapatkan teladan yang baik darinya. Anak laki-lakinya menjadi bandar narkoba dan hampir mati karena Overdosis, sedangkan anak perempuannya beberapa kali melakukan aborsi karena hamil diluar nikah.  Namun selanjutnya ketika Ronny Soedjak bertobat maka kehidupan keluarganya termasuk anak-anaknya dipulihkan.
Mazmur 101:2-8 merupakan semacam janji dalam acara pengangkatan jabatan Raja.  Berisi mengenai komitmen untuk hidup tidak bercela (ay.2,3), dengan hati tulus (ay.3,5b,6a) melakukan kebenaran (ay.4,7) dan keadilan (ay.5a,6b,8).  Komitmen ini penting juga untuk dilakukan oleh para pria sebagai kepala rumah tangga. Dengan demikian keluarga dan keturunannya akan bahagia.  Oleh sebab anak-anaknya akan mengikuti teladan yang baik dari sang ayah.
Ketika saya terlalu sibuk dengan aktifitas diri dan menomorduakan keluarga maka teladan ayah yang perhatian pada keluarga berbicara sangat kuat.  Ayah dengan tiga orang anak-anak yang masih kecil-kecil diangkut dalam satu motor bersama ibu melakukan perjalanan wisata dari jepara hingga Borobudur. Ketika saya kurang memperhatikan proses belajar anak, saya disemangati dengan gambaran masa lalu ayah yang dengan sabar dan kreatif membuat huruf dari kertas berwarna untuk mengajari kami membaca. Marilah bersama membentuk figur diri  yang baik demi masa depan yang baik bagi anak-anak kita. (IFW)

“MENGOBARKAN API PENGINJILAN” (Filipi 1:27-30)


        
Tidak ada kata berhenti memberitakan Injil,  barangkali itulah prinsip yang dipegang teguh oleh Paulus.  Bahkan dalam keadaan di Penjara pun Rasul Paulus masih tetap bisa mengabarkan Injil.  Ia mengabarkan Injil kepada prajurit didalam penjara yang kemudian menyebar keseluruh istana (ay.13).  Dan kondisi dalam penjara ini justru menginspirasi dan mengobarkan api semangat penginjilan dari saudara-saudara yang lainnya (ay.14).
Paulus menasehati jemaat di Filipi untuk hidup berjuang dalam mempertahankan iman (ay.27). Dan secara tersirat mendorong jemaat untuk meneladani keberaniannya dalam memberitakan Injil (ay.28).
Jadi marilah kita bersama hidup di dalam Injil, menjadi kesaksian yang baik didalam menjalankan kehidupan seturut dengan ajaran Tuhan Yesus.  Selanjutnya dengan penuh keberanian dan hikmat Allah mengabarkankan Injil Tuhan Yesus Kristus sampai  ke ujung bumi.(IFW)



“Ana Dina Ana Upa, Ana Awan Ana Pangan, Sapa Obah Mamah" (Amsal 21:25-26)


                                                https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRfIequWRt0H9h26boZJOrk1HPWVoHUN16L-wHDteQVRwDW-D9A
Pepatah bahasa Jawa diatas dalam bahasa Indonesia berbunyi ada hari ada nasi, ada siang ada makanan, siapa bergerak akan mengunyah.  Pepatah tersebut mempunyai arti bahwa rejeki datang dari Tuhan  hanya bagi orang yang mau berusaha. Pepatah ini berbau sebuah semangat atau optimisme yang kuat, kalau orang mau berusaha maka ia pasti akan mendapatkan hasil untuk mendukung kehidupannya.
Dengan arti yang sama namun dalam nada yang negatif Amsal 21:25 mengatakan Si Pemalas dibunuh oleh keinginannya karena tangannya enggan bekerja. Memberikan pengertian bahwa orang yang tidak mau bekerja akan mengalami kehidupan yang memprihatinkan. Ia akan menderita oleh sebab tidak hanya tidak bisa mencukupi  keinginannya , yang merupakan kebutuhan sekunder, namun terlebih lagi karena tidak bisa mencukupi kebutuhannya yang mendasar.
Amsal menghubungkan nasehat untuk mau bekerja dengan nasehat untuk memberi tanpa batas (Amsal 21:26).  Dan pemberian yang semacam itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang punya hasil dari pekerjaan tangannya. Dan yang menarik dari kalimat lengkap Amsal yang menyatakan bahwa yang disebut orang benar adalah orang yang memberi tanpa batas.
Marilah kita merenungkan pepatah-pepatah itu. Hidup optimis sehingga penuh semangat dalam bekerja dan mempunyai karakter yang murah hati.  Melayani Tuhan dengan memberi tanpa batas dengan hasil pekerjaan tangan kita.  Seperti Yesus yang bahkan memberikan nyawanya untuk menebus dosa manusia.(Iwan Firman W)

Ilustrasi tentang "Menanggapi Komentar Orang" : Keledai dan pemiliknya


Suatu ketika seorang laki-laki beserta anaknya membawa seekor keledai ke pasar. Di tengah jalan, beberapa orang melihat mereka dan menyengir, "Lihatlah orang-orang dungu itu. Mengapa mereka tidak naik ke atas keledai itu?"

Laki-laki itu mendengar perkataan tersebut. Ia lalu meminta anaknya naik ke atas keledai. Seorang perempuan tua melihat mereka, "Sudah terbalik dunia ini! Sungguh anak tak tahu diri! Ia tenang-tenang di atas keledai sedangkan ayahnya yang tua dibiarkan berjalan."

Kali ini anak itu turun dari punggung keledai dan ayahnya yang naik. Beberapa saat kemudian mereka berpapasan dengan seorang gadis muda. "Mengapa kalian berdua tidak menaiki keledai itu bersama-sama?"

Mereka menuruti nasehat gadis muda itu. Tidak lama kemudian sekelompok orang lewat. "Binatang malang...., ia menanggung beban dua orang gemuk tak berguna. Kadang-kadang orang memang bisa sangat kejam!"

Sampai di sini, ayah dan anak itu sudah muak. Mereka memutuskan untuk memanggul keledai itu. Melihat kejadian itu, orang-orang tertawa terpingkal-pingkal, "Lihat, manusia keledai memanggul keledai!" sorak mereka.
Jika anda berusaha menyenangkan semua orang, bisa jadi anda tak akan dapat menyenangkan siapa pun. (Anonim)